Indahnya Bohongnya Ibu

Minggu, 23 Mei 2010

Indahnya Bohongnya Ibu

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru, dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan.
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, sering kali kekurangan. Ketika makan ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar”___KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA


Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yag gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingannya, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan anaknya. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping aku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”___KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi kekoperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuahan hidup. Dikala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaan menempel kotak korek api. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek”___KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menghampiri ibu yang tegar dan gigih menunggu aku selama beberapa jam. KEtika lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus”___KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri .

Keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang berada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasihati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta”___KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku, dan abangku semua sudah tamat sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah iwaktunya pension. Tetapi, ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata :  “Saya punya uang”___KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar masterdi sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetepi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tidak terbiasa”___KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang kelihatan sangat tua, menetap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlhat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan”___KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN

Setelah mengucap kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita diatas, saya percaya bahwa kalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan “Terima Kasih Ibu”

Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Ditengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah

Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila disamping kita.

Namun apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ayah ibu kita? Cemas apakah sudah makan atau belum? Cemas apakah ayah ibu kita sudah bahagia atau belum? Cemas kita dengan kondisi ayah ibu kita telah berada di alam penentian? Apakah ini benar? Kalau iya, coba kalian renungkan kembali.

Diwaktu kita masih mempumyai kesempatan untuk membalas budi ayah ibu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata MENYESAL” kemudian hari. Minimal mendoakan mereka atau bersedekah untuk mereka

0 komentar:

Posting Komentar