Penerapan Moral Dalam Dunia Bisnis :
Moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan. Moral dalam bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Contoh kasus moral :
Sebuah perusahaan PJTKI di kota XYZ melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melakukan pelanggaran moral dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke negara tujuan untuk bekerja.
Contoh Penerapan Hal-hal Yang perlu diperhatikan dalam Menciptakan Etika Bisnis (min.3) :
a. Pengendalian diri :
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Contoh kasus :
Tidak menerima sogokan dari pihak luar yang memiliki kepentingan didalam perusahaan. Misal. Ketika perusahaan X akan mengadakan tender, lalu ada salah seorang dari perusahaan Y yang memberikan “amplop’’ terhadap salah seorang karyawan perusahaan X yang berwenang atas penentuan pemenang tender yang diadakan, dan akibat dari perbuatan si penerima “amplop’’ tersebut perusahaan Y dengan mudah memenangkan tender tersebut.
b. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama :
Artinya, semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Contoh kasus :
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar kesepakatan karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
c. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan :
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah atau karyawan.
Contoh kasus :
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kebutuhan Dasar Yang Harus dipenuhi dalam sebuah Profesi :
1. Profesionalisme :
Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional.
Menurut KBBI, Profesionalisme berasal dari profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
Sedangkan menurut Longman( 1987), profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang professional.
Jadi menurut saya, profesionalisme adalah sifat dimana seseorang termotivasi untuk memberikan kualitas terbaik yang ia miliki terhadap apa yang ia kerjakan sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing orang, tingkat profesionalitas seseorang biasanya akan membuat orang yang bersangkutan merasa percaya diri, puas dan bangga atas apa yang ia kerjakan.
2. Kredibilitas :
Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan,(http://id.wikipedia.org).
Jadi, kredibilitas menurut saya terkait dengan akurasi apa yang disampaikan seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya terhadap logika, kebenaran, dan kejujuran kondisi yang ada.
3. Kepercayaan :
Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran,( http://id.wikipedia.org).
Menurut saya, kepercayaan adalah sikap dimana seseorang yakin bahwa apa yang ia lihat, dengar ataupun ketahui ialah benar, sehingga kepercayaan untuk setiap orang ialah relative berbeda presentasinya.
0 komentar:
Posting Komentar